Mengenal Huruf Jawa Honocoroko
Masih Ingatkah Sobat dengan salah satu Pelajaran daerah yang satu ini ?
Yaa... Mata pelajaran ini pernah diajarkan dulu waktu masih duduk di kelas 4 - 6 SD.Hanacaraka atau dikenal dengan nama carakan adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahsa jawa,
Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di bawah garis), seperti aksara Hindi Namun demikian, pengajaran modern sekarang menuliskannya di atas garis.
Aksara hanacaraka Jawa memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf "utama" (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan
Huruf dasar (aksara nglegena)
Pada aksara Jawa hanacaraka baku terdapat 20 huruf dasar (aksara nglegena), yang biasa diurutkan menjadi suatu "cerita pendek":Huruf pasangan (Aksara pasangan)
Pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Sebagai contoh, untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan untuk "se" agar "n" pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan "s" tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi).Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka tidak mengenal spasi, sehingga penggunaan pasangan dapat memperjelas kluster kata.
Berikut ini adalah daftar pasangan:
Huruf utama (aksara murda)
Pada aksara hanacaraka memiliki bentuk murda (hampir setara dengan huruf kapital) yang seringkali digunakan untuk menuliskan kata-kata yang menunjukkan nama gelar, nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama lembaga berbadan (Kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang menunjukkan hal-hal diatas biasanya diawali dengan huruf besar atau kapital. Untuk itulah pada perangkat lunak ini kita gunakan huruf kapital untuk menuliskan aksara murda atau pasangannya)Berikut ini adalah aksara murda serta pasangan murda:
Huruf Vokal Mandiri (aksara swara)
Aksara swara | ||||
| | | | |
Huruf tambahan (aksara rèkan)
Aksara rèkan | ||||
| | | | |
Huruf Vokal tidak Mandiri (sandhangan)
Nama Sandhangan | Aksara Jawa | Keterangan |
Wulu | | tanda vokal i |
Suku | | tanda vokal u |
Taling | | tanda vokal é |
Pepet | | tanda vokal e |
Taling Tarung | | tanda vokal o |
Layar | | tanda ganti konsonan r |
Wignyan | | tanda ganti konsonan h |
Cecak | | tanda ganti konsonan ng |
Pangkon | | tanda penghilang vokal |
Péngkal | | tanda ganti konsonan ya |
Cakra | | tanda ganti konsonan ra |
Cakra keret | | tanda ganti konsonan re |
Gaya Penulisan (Style, Gagrag) Aksara Jawa
Berdasarkan Bentuk aksara Penulisan aksara Jawa dibagi menjadi 3 yakni:- Ngetumbar
- Mbata Sarimbag
- Mucuk eri
Berdasarkan Daerah Asal Pujangga/Manuskrip, dikenal gaya penulisan aksara Jawa :
- Jogjakarta
- Surakarta
- Lainnya
Aturan baku penggunaan hanacaraka
Penggunaan (pengejaan) hanacaraka pertama kali dilokakaryakan pada tahun 1926 untuk menyeragamkan tata cara penulisan menggunakan aksara ini, sejalan dengan makin meningkatnya volume cetakan menggunakan aksara ini, meskipun pada saat yang sama penggunaan huruf arab pegon dan huruf latin bagi teks-teks berbahasa Jawa juga meningkat frekuensinya. Pertemuan pertama ini menghasilkan Wewaton Sriwedari ("Ketetapan Sriwedari"), yang memberi landasan dasar bagi pengejaan tulisan. Nama Sriwedari digunakan karena lokakarya itu berlangsung diSriwedari, Surakarta. Salah satu perubahan yang penting adalah pengurangan penggunaan taling-tarung bagi bunyi /o/. Alih-alih menuliskan "Ronggawarsita" (bentuk ini banyak dipakai pada naskah-naskah abad ke-19), dengan ejaan baru penulisan menjadi "Ranggawarsita", mengurangi penggunaan taling-tarung.Modifikasi ejaan baru dilakukan lagi tujuh puluh tahun kemudian, seiring dengan keprihatinan para ahli mengenai turunnya minat generasi baru dalam mempelajari tulisan hanacaraka. Kemudian dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga gubernur (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur) pada tahun 1996 yang berusaha menyelaraskan tata cara penulisan yang diajarkan di sekolah-sekolah di ketiga provinsi tersebut.
Tonggak perubahan lainnya adalah aturan yang dikeluarkan pada KONGRES BAHASA JAWA III, 15-21 Juli 2001 di Yogyakarta. Perubahan yang dihasilkan kongres ini adalah beberapa penyederhanaan penulisan bentuk-bentuk gabungan (kata dasar + imbuhan).
Perubahan Aksara Pallawa ke Aksara-Aksara Nusantara
Perbandingan aksara Jawa dan aksara Bali
Hanacaraka gaya Jawa, aksara-aksara dasar | Hanacaraka gaya Bali, aksara-aksara dasar |
Penulisan Aksara Jawa dalam Cacarakan Sunda
Ada sedikit perbedaan dalam Cacarakan Sunda dimana aksara "Nya" dituliskan dengan menggunakan aksara "Na" yang mendapat pasangan "Nya". Sedangkan Aksara "Da" dan "Tha" tidak digunakan dalam Cacarakan Sunda. Juga ada penambahan aksara Vokal Mandiri "É" dan "Eu", sandhangan "eu" dan "tolong"
Penggunaan aksara Hanacaraka
Aksara hanacaraka masih diajarkan disekolah-sekolah di wilayah berbahasa Jawa sampai sekarang (ProvinsiJawa Tengah,Jawa Timur, dan DI Yogyakarta), sebagai bagian dari muatan lokal dari kelas 3 hingga kelas 5 SD. Walaupun demikian, penggunaannya dalam surat-surat resmi/penting, surat kabar, televisi, media luar ruang, dan sebagainya sangatlah terbatas dan terdesak oleh penggunaan alfabet latin yang lebih mudah diakses. Beberapa surat kabar dan majalah lokal memiliki kolom menggunakan aksara Jawa. Penguasaan aksara ini dianggap penting untuk mempelajari naskah-naskah lama, tetapi tidak terlihat usaha untuk menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari. Usaha-usaha revivalisasi bersifat simbolik dan tidak fungsional, seperti pada penulisan nama jalan atau kampung. Salah satu penghambatnya adalah tidak adanya usaha ke arah pengembangan ortografi/tipografi aksara ini.Integrasi Hanacaraka ke dalam sistem informasi komputer
Usaha-usaha untuk mengintegrasikan aksara ini ke sistem informasi elektronik telah dilakukan sejak 1983 oleh peneliti dari Universitas Leiden (dipimpin Willem van der Molen). Integrasi ini diperlukan agar setiap anggota aksara Jawa memiliki kode yang khas yang diakui di seluruh dunia.Jeroen Hellingman mengajukan proposal untuk mendaftarkan aksara ini ke Unicode pada pertengahan tahun 1993 dan Maret 1998. Selanjutnya, Jason Glavy membuat"font" aksara Jawa yang diedarkan secara bebas sejak 2002 dan mengajukan proposal pula ke Unicode. Di Indonesia Yanis cahyono membuat font aksara jawa pada tahun 2001 yang diberi nama aljawi sekaligus software installernya ,hampir bersamaan disusul Ermawan Pratomo membuat hanacaraka font pada tahun 2001, Teguh Budi Sayoga pada tahun 2004 telah pula membuat suatu font aksara Jawa untuk Windows (disebut "Hanacaraka") berdasarkan ANSI. Matthew Arciniega membuat screen font untuk Mac pada tahun 1992 dan ia namakan "Surakarta".Yang terbaru adalah yang digarap oleh Bayu Kusuma Purwanto (2006), yang dapat diekspor ke dalam html.
Baru sejak awal 2005 dilakukan usaha bertahap yang nyata untuk mengintegrasikan aksara Jawa ke dalam Unicode setelah Michael Everson membuat suatu code table sementara untuk didaftarkan. Kelambatan ini terjadi karena kurangnya dukungan dari masyarakat pengguna aksara ini. Baru semenjak masa ini mulai terhimpun dukungan dari masyarakat pengguna. Aksara Jawa Hanacaraka saat ini telah dirilis dalam Unicode versi 5.2 (tergabung dalam Amandemen 6) yang keluar pada tanggal 1 Oktober 2009 Alokasi Memori Aksara Jawa (Javanese) pada Unicode 5.2.0 adalah di alamat heksadesimal A980 sampai dengan A9DF (desimal: 43392–43487)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar